Rabu, 08 Januari 2014

Puisi 'Praktek B. Indonesia'


       nah temen-temen, untuk yang ini... ini puisi yang aku bawain waktu praktek bahasa indonesia pas kelas 3 SMA dulu. ini puisi bener-bener karya aku sendiri. inget dulu, waktu bacain puisi di depan kelas semuanya gak ada yang bener, setiap ada yang maju, terus baca puisi mereka, pasti semua ngakak dan yang baca pun ngakak, abisnya.. mimik kami itu aneh-aneh.. waktu puisi sedih, bukannya ikut-ikutan sedih malah ketawa ngakak juga, ampe sering banget guru kami marah dan akhirnya kami nahan ketawa di bangku masing-masing. hadeh... ada-ada aja masa SMA :D

Oleh : Lia Istina

Kemarin, Wajah ceria itu masih terlihat di sela canda
Penuh dengan cinta
Penuh dengan bahagia
Hangat dalam kebersamaan yang sementara
                                   
Gairah jiwa memancarkan keindahan
Memandang penuh harap impian
Berjuang untuk menggapai cita-cita
Dalam meraih bintang gejora

Namun kini….
Ketakutan mulai merajahi hati
Wajah-wajah itu tak terlihat lagi
Sebab menangisi perpisahan di hari nanti

Sahabatku….
Hapuslah air matamu
Ingatlah syair yang mempersatukan kita
Melepaskan kita dari asa
Untuk semua cinta yang tak akan pernah usai dalam kata



“Hey Boy, I Don’t Love You”

hay temen-temen, kali ini aku mau post cerpen aku yang entah amburadul apa gak, maklum sebenernya cerpen ini udah lama aku bikin dan dulu judulnya bukan ini. Nah baru aku selesein beberapa minggu yang lalu, terus aku ganti judulnya. langsung aku sikat aja, semua yang ada di otak ku entah itu nyambung apa gak langsung aku tulis disini. 
dari pada aku banyak ngoceh, mending baca langsung yah.. hehehe.. 
"silahkan di baca" 
..........................................................................................................
By: Lia Istina

“Go go go, kalian pasti bisa…… semangat temen-temen…”
Hari ini SMA MARTHA mengadakan Class meeting, di buka dengan permainan footsall antara X.F dan XI. IPA C. Para pemain masuk kedalam lapangan dengan diiringi jeritan dari supporter. Di tengah lapangan, salah satu pemain dari kelas X.F yang memiliki tinggi 180 cm, hitam manis, dan rambut hitam yang cepak, terlihat gelisah mencari seseorang, matanya mengitari sekitar lapangan dan akhirnya dia menemukan orang yang dia cari, hatinya menjadi tenang dan dia pun berjanji untuk mencetak skor sebanyak-banyaknya. Baru beberapa menit pertandingan dimulai Dani berhasil mencetak skor dan pertandingan menjadi 1-0.
“Wa…. Keren… siapa sih nama adek itu?” Tanya Geni anak XII.IPA E, “Iiii keren banget Re… gua jadi ngefans sama dia.”
“Yang mana?” Tanya Rena.
“Yang itu, yang baru masukin bola.”
“Oh… yang itu. Namanya Dani Cahya.”
“Oh,,,, iya iya… Dani……… semangat…” teriak Geni. “Owo…. Gila Re, manis banget.”
Di sebelah mereka, Luna merasa dongkol sekaligus minder. Diam-diam Luna menyukai Dani tapi Luna tidak tau jenis perasaan apa yang dia rasakan saat ini, hanya sekedar mengagumikah atau lebih dari itu? Tapi ini konyol baginya, mana mungkin seorang Luna menyukai cowok yang lebih muda dari dia, apalagi umurnya beda 2 tahun. OMG….. ini nggak mungkin. Luna ngerasa minder karena kalau di sandingkan sama Gendi, Luna jelas kalah saing, Gendi tinggi, putih cantik, punya rambut indah yang berwarna agak kecoklatan panjangnya hingga kebahu. Sementara Luna, kalau di sandingkan dengan Dani tingginya hanya sebahu Dani, badannya juga nggak seputih Geni, tapi dia manis. Rambutnya panjang hingga lima jari di atas pinggang namun selalu dia ikat tinggi, pipinya juga tembem.
          “Adek…. Semangat dek…” Gendi berteriak sekali lagi, suaranya terdengar jelas di tengah suara supporter lainnya. “Dia pulang kemana Re?” Tanya Gendi.
          “Nggak tau Gen, tapi yang jelas dia nggak PP tapi diam di asrama.”
          “Kalo gitu, tolong sampein salam gua buat dia yah… hehehehe.”
          “Seppp…”
          Pertandingan babak pertama telah selesai dengan skor 1-0, para pemain diberikan waktu istirahat selama dua menit, di sisi lapangan Dani berbalik untuk melihat seseorang namun ternyata dia tidak ada di tempat. Mata Dani terus mencari kesekeliling dan akhirnya dia menemukan orang itu walaupun dia kecewa karena orang yang dia cari berjalan menuju keluar.
          “Mau kemana dia?”
          Priiiittttt……… Priiiittttt………Priiiittttt………Priiiittttt………
Waktu istirahat kini berakhir. Babak kedua dimulai, semangat Dani kini sedikit menurun namun sesaat setelah itu muncul wajah seseorang dipikirannya. Iya gue harus semangat…. Demi si tembem…

          “heh…” Luna meletakan tasnya di tempat penitipan barang perpus. Seperti biasa, kalau lagi bosen, pasti dia ke perpus.
          “Kenapa mbak Lun, loyo bener.” Tanya Diah adik kelasnya yang kini duduk di kelas XI.IPS.
          “Hehehe nggak kenapa-napa kok dek, habis capek banget sih.”
          Luna menarik salah satu novel dan membawanya ke pojok ruangan. Kali ini Luna tidak dapat berkonsentrasi dalam membaca novel yang ada di tangannya. “Aaaaa…… aku bisa gila kalau kayak gini terus… lagian apa sih ini, gue kok jadi kayak gini sih. Ah sadar Lun.”  Gumam Luna.
***
          “Geje… geje… yo yo yo… 3-0…. Uuuuuuu hahahaha…” X.F kini bersorak karena telah menerima kemenangan.
          “Dan…. mau kemana?” Tanya Leo saat Dani berlari keluar lapangan.
          “Bentar….” Dani terus belari.
          Di koridor kelas XII Dani berputar-putar mencari seseorang tapi tidak menemukan siapa-siapa, selanjutnya Dani berlari menuju kearah kantin namun langkahnya terhenti saat melewati pintu perpus, akhirnya Dani menemukannya. Dani melihat Luna yang tengah meringkuk di sudut ruang perpus, hampir terhalang rak buku.
          “Oh, di sini rupanya.”
 Dani kembali berkumpul dengan teman-temannya.
****
“Hahaha, hebat loe Dan.” Adil menepuk bahu Dani bangga.
“Hahaha, makasih kak.”
“Karena loe menang, gue cuciin dah bekas makan loe, besok loe tanding ama kelas guekan? Itu saatnya loe kalah.”
“Makasih sebelumnya kak, sudah makan aku simpen deket piring kakak, tapi maaf, besok kami nggak akan kalah.. hehehehe”
“Uuuu, gaya loe Dan.” Awi melemparkan bantal ke arah Dani yang tengah makan di kasurnya.
“Eh, Wi… ini masalah kehormatan. Gkgkgkgkgk.”
“Iya… iya suka-suka loe aja.”
Tidak lama setelah itu, Dido keluar dari WC sambil bersiul-siul ria.
“Wuih…. Kak mau kemana loe?” Tanya Dani yang kini mulutnya penuh dengan nasi. “Ganteng amat, pake jaket kulit segala lagi. tambahin naik motor pake helm, pasti tambah keren… mirip tukang ojek yang mangkal di depan sekolah kita. Hahahahaha.” Dani tidak dapat menahan tawanya dan saat dia tertawa nasi yang ada di mulutnya nyembur kemana-mana.
“Eh, kurang asem loe. Masa ganteng kayak gini dibilang tukang ojek.
 Udah gue pergi dulu. Not, ada kuas nggak? Gua sama anak-anak mau bikin banner manual. hahahaha”
“Uuuu dasar nggak modal, bikin banner asli dong. Nggak ada.”
“Nggak punya duit oy.” Dido mengambil tasnya dan pergi keluar. “Eh, pak Erwan ada nggak?”
“Ada di kamarnya.” Jawab Adil sambil mengumpulkan baju kotornya. “Oh iya Dan, beli aer yah sama si Odo, dia sekarang ada di kamar D.”
Dari luar Dido mengelus dadanya. “Untung gue cepet pergi kalo enggak gue yang di suruh beli minum.”

****
          “Dan..” Rere menghampiri Dani.
          “Iya.”
          “Ada acara gak, sepulang sekolah?”
          “Gak, emang kenapa?”
          “Mau temenenin mbak cari buku gak.”
          “Em....” tiba-tiba Dani melihat Luna berjalan mendekat, semakin dekat matanya tidak lepas dari Dani dan Rere. Luna yang tadinya berjalan perlahan semakin mempercepat langkahnya saat melewati Rere dan Dani.
          “Jadi gimana Dan?” tanya Rere
          “Oh iya, bisa mbak.” Dani berlari dari hadapan Rere ubtuk mengejar Luna.
“Mbak…” Dani menahan lengan Luna. Karena masih pagi, masih banyak murid-murid yang belum dateng.
“Apa-apaan sih. Nggak sopan banget kamu.”
“Terserah, tapi tolong denger dulu.” Dani menatap mata Luna dengan tajam.
“Oke, tapi tolong di lepas dulu.”
Dani melepaskan tangan Luna dengan hati-hati. Bukan malah bicara, Dani hanya diam dan menunduk.
“Nah sekarang mau ngomong apa dek?” tanya Luna dengan nada yang lembut.
“Mbak, aku…. Aku suka mbak.”
“Em.” Jantung Luna serasa berhenti berdetak.
“maaf, kalo seandainya gak sopan nih” Dani menggaruk-garuk kepalanya.
“Maaf dek, tapi mbak nggak bisa” Luna langsung pergi meninggalkan Dani.
“Mbak Lun, aku tau mbak Lun juga suka sama aku. Mbak Lun cemburu kan dengan mbak Rere. Mbak Lun..” Dani berteriak hingga menghentikan langkah Luna.
Luna menutup mukanya dan berlari masuk ke dalam kelas.
“Aiisshh, itu anak bikin malu aja. Untung temen-temen belum dateng.”

***
“Mbak Re, emang mau cari buku apa?”
“Gak tau nih masih bingung Dan.”
Dani terus mengikuti Rere yang sibuk mencari buku.
“Lah, kok bisa toh mbak hehehe”
“Iya nih Dan.”
Tidak sengaja Dani melihat Luna yang berjalan keluar dari toko buku.
“Mbak, aku ke toilet dulu yah.” Dani berlari keluar toko buku.
Di tempat parkir dani melihat Luna tengah sibuk mengeluarkan motornya.
“Butuh bantuan?” tawar Dani, sontak Luna pun terkejut.
“Loh.. kok..”
“Dunia ini emang sempit yah mbak, atau malah kita ini berjodoh.”
“Ada-ada saja, ini hanya kebetulan.”
“Iya deh mbak. Oh iya, mau makan dulu gak?”
“Gak, lagi buru-buru. Permisi..”
“Mbak.” Dani menahan motor Luna. “Mbak mana bisa gini terus. Menyembunyikan perasaan mbak sendiri.”
“Maksud kamu apa sih?” tanya Luna bingung
“Mbak suka kan sama aku.”
“Hah, emang kamu paranormal gitu. Sok tau banget. Udahlah, kamu itu udah punya Rere. Kenapa gak sama Rere aja, dia cantik.”
“Tuh kan, mbak cemburu kan? Cantik bukan hal yang utama mbak, lagian siapa juga yang pacaran sama mbak Rere.”
“Apa sih. Udah minggir sana.”
***
Pagi hari saat semua murid tengah sibuk dengan tim dari kelas mereka masing-masing, mulai merebak gosip-gosip bahwa Dani dan Rere jadian. Luna yang semula tengah bercanda dengan beberapa teman di kelasnya dikejutkan dengan Airin yang berlari menghampiri mereka.
“Kalian tau, Dani dan Rere jadian.”
Sontak semuanya jadi terkejut.
“Ah, masa ia?” Ratu masih tidak percaya.
“Serius, tapi wajarkan kalo mereka jadian, akhir-akhir ini mereka berdua kan deket.” Jawab Airin.
“Tapi mereka lumayan cocok sih. Hahaha” ucapan Ratu membuat semuanya tertawa, kecuali Luna yang hanya ikut tersenyum.
syukurlah, aku nggak kelanjur nerima dia. Apa-apaan ngejer-ngejer aku, bilang suka nggak taunya jadian ama cewek lain, emang aku cewek apaan.”
***

Dia asrama, saat Dani tengah sibuk dengan leptopnya, tiba-tiba Awi menepuk pundaknya.
“Mantep loe Dan, kok bisa gitu jadian ama Rere.”
“Lah kok tau sih kak?” tanya Dani heran.
“Taulah, orang berita itu udah kesebar di sekolah.”
“Mampus gua.” Dani menepuk jidatnya.
“Lah, mampus kenapa?”
“Nggak, nggak kenapa-napa” Dani berlari keluar.
“Ih kenapa sih tuh anak..” Awi menggaruk-garuk kepalanya heran.
“Kak, anak-anak mading masih di sekolah?” Tanya Dani dari luar.
“Kayaknya sih Iya.”
Dani berlari menuju ruang mading. Dari luar, ruangan tersebut terlihat kosong dan wajar saja, didalam sana hanya ada Luna dan Ratu.
“Lun, gimana kalo beritanya kita tarok di sini?” tanya Ratu kepada Luna yang tengah sibuk membuat komik.
“Boleh-boleh, oh iya Rat, yang laen kemana?” tanya Luna yang sadar bahwa teman-temannya belum juga kembali ke ruangan.
“Tadi aku dapet sms dari Ukhti, kata si Ukhti mereka ke supermarket terdekat, soalnya kantin udah tutup.”
“oh.. gitu.”
“Yah, lemnya abis. Aku ambil di kelas dulu yah, kalo gak salah lem yang kemaren kita pake buat nempel-nempelin kertas masih kan?”
“Masih deh, kayaknya.”
“Aku ke kelas dulu kalo gitu.” Ratu berjalan keluar kelas. “Eh Dani, kenapa Dan?”
“Mau ambil sesuatu di dalem.”
“Lah, emang mau ambil apa?” tanya Ratu bingung.
“Tadi kak Awi minta ambilin bukunya yang ketinggalan.”
“Oh.. masuk aja. Ada Luna kok di dalem.”
“Iya mbak.”
Dani berjalan perlahan menghampiri Luna.
“Lah, kok cepet banget Rat.” Ratu mendongak dan seketika terkejut melihat Dani yang ada di hadapannya bukan Ratu. “Kok kamu ada di sini, mau ngapain?”
“Mau ngomong sama mbak.”
“Apa?”
“Soal aku sama Rere.”
“Oh... tapi kenapa ngomong sama aku, orang aku nggak mau tau juga kok.”
“Mbak, itu nggak bener. Emang sih aku jadian ama mbak Rere tapi itu mbak Rere yang minta, aku sebenernya nggak suka sama mbak Rere. Aku sukanya sama mbak Luna.”     “Aduh, ini anak tambeng banget dibilangin, aku nggak suka sam kamu, aku nggak mau jadian sama kamu.”
“Mbak, ayolah... jujur aja, mbak sukakan sama aku. Aku tau dari gerak-gerik mbak, cara mbak liat aku.”
“Itu dulu, dulu iya, sebelum aku tau kamu punya pacar di SMA sebelah dan kamu jadian sama Rere.” Luna menghempaskan pensil yang ada di tangannya dan berdiri. “kenapa? Kenapa diam, bingung? Kenapa aku sampe bisa tau semuanya. Semula aku percaya aja waktu kamu bilang suka sama aku, dan yang paling bodoh aku hampir bilang “iya aku mau jadi pacar kamu” waktu di toko buku, untung aja mulut aku bisa ngerem dan aku masih mau mempertimbangkan, masa ia aku cinta sama anak yang lebih muda dua tahun dari aku. Sekarang mau bilang apa lagi.”
“Dari mana mbak tau kalo aku punya pacar di SMA sebelah.”
“Kalo mau mainin orang liat-liat dulu. Pacar kamu itu sepupu aku.” Dani sontak terkejut. “Dia juga kakak kelas kamu kan? Udahlah, kamu nggak usah sok keren deh, emang kamu keren, kamu pinter, yah aku akuin, tapi mending kamu berhenti deh mainin cewek-cewek, dan entah aku juga bingung kenapa yang kamu jadiin pacar kamu rata-rata di atas kamu semua umurnya.”
“Mbak Lun, aku sukanya Cuma sama Mbak, kalo perlu aku putusin Ayumi dan Rere biar aku bisa jadian sama mbak.”
“Oh, sorry boy, I don’t love you. Berhenti mengucapkan janji-janji busuk mu itu. Keluar atau aku sebarin ke yang lain, termasuk Rere.”
“Kamu itu beda sama yang lain, cewek-cewek pada ngejer-ngejer aku, sementara kamu, kamu cewek yang langkah, Cuma kamu yang cuek, jutek sama aku. Aku nggak akan ngelepasin kamu.”
"Terserah kamu. sekarang aku minta kamu keluar.."

THE END

 
Dunia_Ku Blogger Template by Ipietoon Blogger Template