hay temen-temen, kali
ini aku mau post cerpen aku yang entah amburadul apa gak, maklum sebenernya
cerpen ini udah lama aku bikin dan dulu judulnya bukan ini. Nah baru aku
selesein beberapa minggu yang lalu, terus aku ganti judulnya. langsung aku
sikat aja, semua yang ada di otak ku entah itu nyambung apa gak langsung aku
tulis disini.
dari pada aku banyak
ngoceh, mending baca langsung yah.. hehehe..
"silahkan di baca"
..........................................................................................................
By: Lia Istina
“Go go
go, kalian pasti bisa…… semangat temen-temen…”
Hari
ini SMA MARTHA mengadakan Class meeting, di buka dengan permainan footsall
antara X.F dan XI. IPA C. Para pemain masuk kedalam lapangan dengan diiringi
jeritan dari supporter. Di tengah lapangan, salah satu pemain dari kelas X.F
yang memiliki tinggi 180 cm, hitam manis, dan rambut hitam yang cepak, terlihat
gelisah mencari seseorang, matanya mengitari sekitar lapangan dan akhirnya dia
menemukan orang yang dia cari, hatinya menjadi tenang dan dia pun berjanji
untuk mencetak skor sebanyak-banyaknya. Baru beberapa menit pertandingan
dimulai Dani berhasil mencetak skor dan pertandingan menjadi 1-0.
“Wa….
Keren… siapa sih nama adek itu?” Tanya Geni anak XII.IPA E, “Iiii keren banget
Re… gua jadi ngefans sama dia.”
“Yang
mana?” Tanya Rena.
“Yang
itu, yang baru masukin bola.”
“Oh…
yang itu. Namanya Dani Cahya.”
“Oh,,,,
iya iya… Dani……… semangat…” teriak Geni. “Owo…. Gila Re, manis banget.”
Di
sebelah mereka, Luna merasa dongkol sekaligus minder. Diam-diam Luna menyukai
Dani tapi Luna tidak tau jenis perasaan apa yang dia rasakan saat ini, hanya
sekedar mengagumikah atau lebih dari itu? Tapi ini konyol baginya, mana mungkin
seorang Luna menyukai cowok yang lebih muda dari dia, apalagi umurnya beda 2
tahun. OMG….. ini nggak mungkin. Luna ngerasa minder karena kalau di sandingkan
sama Gendi, Luna jelas kalah saing, Gendi tinggi, putih cantik, punya rambut
indah yang berwarna agak kecoklatan panjangnya hingga kebahu. Sementara Luna,
kalau di sandingkan dengan Dani tingginya hanya sebahu Dani, badannya juga
nggak seputih Geni, tapi dia manis. Rambutnya panjang hingga lima jari di atas
pinggang namun selalu dia ikat tinggi, pipinya juga tembem.
“Adek…. Semangat dek…” Gendi berteriak sekali lagi, suaranya terdengar jelas di
tengah suara supporter lainnya. “Dia pulang kemana Re?” Tanya Gendi.
“Nggak tau Gen, tapi yang jelas dia nggak PP tapi diam di asrama.”
“Kalo gitu, tolong sampein salam gua buat dia yah… hehehehe.”
“Seppp…”
Pertandingan babak pertama telah selesai dengan skor 1-0, para pemain diberikan
waktu istirahat selama dua menit, di sisi lapangan Dani berbalik untuk melihat
seseorang namun ternyata dia tidak ada di tempat. Mata Dani terus mencari
kesekeliling dan akhirnya dia menemukan orang itu walaupun dia kecewa karena orang
yang dia cari berjalan menuju keluar.
“Mau kemana dia?”
Priiiittttt……… Priiiittttt………Priiiittttt………Priiiittttt………
Waktu istirahat kini berakhir.
Babak kedua dimulai, semangat Dani kini sedikit menurun namun sesaat setelah
itu muncul wajah seseorang dipikirannya. Iya gue harus semangat…. Demi si
tembem…
“heh…” Luna meletakan tasnya di tempat penitipan barang perpus. Seperti biasa,
kalau lagi bosen, pasti dia ke perpus.
“Kenapa mbak Lun, loyo bener.” Tanya Diah adik kelasnya yang kini duduk di
kelas XI.IPS.
“Hehehe nggak kenapa-napa kok dek, habis capek banget sih.”
Luna menarik salah satu novel dan membawanya ke pojok ruangan. Kali ini Luna
tidak dapat berkonsentrasi dalam membaca novel yang ada di tangannya. “Aaaaa……
aku bisa gila kalau kayak gini terus… lagian apa sih ini, gue kok jadi kayak
gini sih. Ah sadar Lun.” Gumam Luna.
***
“Geje… geje… yo yo yo… 3-0…. Uuuuuuu hahahaha…” X.F kini bersorak karena telah menerima
kemenangan.
“Dan…. mau kemana?” Tanya Leo saat Dani berlari keluar lapangan.
“Bentar….” Dani terus belari.
Di koridor kelas XII Dani berputar-putar mencari seseorang tapi tidak menemukan
siapa-siapa, selanjutnya Dani berlari menuju kearah kantin namun langkahnya
terhenti saat melewati pintu perpus, akhirnya Dani menemukannya. Dani melihat
Luna yang tengah meringkuk di sudut ruang perpus, hampir terhalang rak buku.
“Oh, di sini rupanya.”
Dani
kembali berkumpul dengan teman-temannya.
****
“Hahaha,
hebat loe Dan.” Adil menepuk bahu Dani bangga.
“Hahaha,
makasih kak.”
“Karena
loe menang, gue cuciin dah bekas makan loe, besok loe tanding ama kelas guekan?
Itu saatnya loe kalah.”
“Makasih
sebelumnya kak, sudah makan aku simpen deket piring kakak, tapi maaf, besok
kami nggak akan kalah.. hehehehe”
“Uuuu,
gaya loe Dan.” Awi melemparkan bantal ke arah Dani yang tengah makan di
kasurnya.
“Eh,
Wi… ini masalah kehormatan. Gkgkgkgkgk.”
“Iya…
iya suka-suka loe aja.”
Tidak
lama setelah itu, Dido keluar dari WC sambil bersiul-siul ria.
“Wuih….
Kak mau kemana loe?” Tanya Dani yang kini mulutnya penuh dengan nasi. “Ganteng
amat, pake jaket kulit segala lagi. tambahin naik motor pake helm, pasti tambah
keren… mirip tukang ojek yang mangkal di depan sekolah kita. Hahahahaha.” Dani
tidak dapat menahan tawanya dan saat dia tertawa nasi yang ada di mulutnya
nyembur kemana-mana.
“Eh,
kurang asem loe. Masa ganteng kayak gini dibilang tukang ojek.
Udah
gue pergi dulu. Not, ada kuas nggak? Gua sama anak-anak mau bikin banner
manual. hahahaha”
“Uuuu
dasar nggak modal, bikin banner asli dong. Nggak ada.”
“Nggak
punya duit oy.” Dido mengambil tasnya dan pergi keluar. “Eh, pak Erwan ada
nggak?”
“Ada
di kamarnya.” Jawab Adil sambil mengumpulkan baju kotornya. “Oh iya Dan, beli
aer yah sama si Odo, dia sekarang ada di kamar D.”
Dari
luar Dido mengelus dadanya. “Untung gue cepet pergi kalo enggak gue yang di
suruh beli minum.”
****
“Dan..” Rere menghampiri Dani.
“Iya.”
“Ada acara gak, sepulang sekolah?”
“Gak, emang kenapa?”
“Mau temenenin mbak cari buku gak.”
“Em....” tiba-tiba Dani melihat Luna berjalan mendekat, semakin dekat matanya
tidak lepas dari Dani dan Rere. Luna yang tadinya berjalan perlahan semakin
mempercepat langkahnya saat melewati Rere dan Dani.
“Jadi gimana Dan?” tanya Rere
“Oh iya, bisa mbak.” Dani berlari dari hadapan Rere ubtuk mengejar Luna.
“Mbak…”
Dani menahan lengan Luna.
Karena masih pagi, masih banyak murid-murid yang belum dateng.
“Apa-apaan
sih. Nggak sopan banget kamu.”
“Terserah,
tapi tolong denger dulu.” Dani menatap mata Luna dengan tajam.
“Oke,
tapi tolong di lepas dulu.”
Dani
melepaskan tangan Luna dengan hati-hati. Bukan malah bicara, Dani hanya diam
dan menunduk.
“Nah
sekarang mau ngomong apa dek?” tanya Luna dengan nada yang lembut.
“Mbak,
aku…. Aku suka mbak.”
“Em.”
Jantung Luna serasa berhenti berdetak.
“maaf, kalo seandainya gak sopan nih” Dani
menggaruk-garuk kepalanya.
“Maaf dek, tapi mbak nggak bisa” Luna langsung pergi
meninggalkan Dani.
“Mbak Lun, aku tau mbak Lun juga suka sama aku. Mbak
Lun cemburu kan dengan mbak Rere. Mbak Lun..” Dani berteriak hingga
menghentikan langkah Luna.
Luna menutup mukanya dan berlari masuk ke dalam kelas.
“Aiisshh, itu anak bikin malu aja. Untung temen-temen
belum dateng.”
***
“Mbak Re, emang mau cari buku apa?”
“Gak tau nih masih bingung Dan.”
Dani terus mengikuti Rere yang sibuk mencari buku.
“Lah, kok bisa toh mbak hehehe”
“Iya nih Dan.”
Tidak sengaja Dani melihat Luna yang berjalan keluar
dari toko buku.
“Mbak, aku ke toilet dulu yah.” Dani berlari keluar
toko buku.
Di tempat parkir dani melihat Luna tengah sibuk
mengeluarkan motornya.
“Butuh bantuan?” tawar Dani, sontak Luna pun terkejut.
“Loh.. kok..”
“Dunia ini emang sempit yah mbak, atau malah kita ini
berjodoh.”
“Ada-ada saja, ini hanya kebetulan.”
“Iya deh mbak. Oh iya, mau makan dulu gak?”
“Gak, lagi buru-buru. Permisi..”
“Mbak.” Dani menahan motor Luna. “Mbak mana bisa gini
terus. Menyembunyikan perasaan mbak sendiri.”
“Maksud kamu apa sih?” tanya Luna bingung
“Mbak suka kan sama aku.”
“Hah, emang kamu paranormal gitu. Sok tau banget.
Udahlah, kamu itu udah punya Rere. Kenapa gak sama Rere aja, dia cantik.”
“Tuh kan, mbak cemburu kan? Cantik bukan hal yang
utama mbak, lagian siapa juga yang pacaran sama mbak Rere.”
“Apa sih. Udah minggir sana.”
***
Pagi hari saat semua murid tengah sibuk dengan tim
dari kelas mereka masing-masing, mulai merebak gosip-gosip bahwa Dani dan Rere
jadian. Luna yang semula tengah bercanda dengan beberapa teman di kelasnya
dikejutkan dengan Airin yang berlari menghampiri mereka.
“Kalian tau, Dani dan Rere jadian.”
Sontak semuanya jadi terkejut.
“Ah, masa ia?” Ratu masih tidak percaya.
“Serius, tapi wajarkan kalo mereka jadian, akhir-akhir
ini mereka berdua kan deket.” Jawab Airin.
“Tapi mereka lumayan cocok sih. Hahaha” ucapan Ratu
membuat semuanya tertawa, kecuali Luna yang hanya ikut tersenyum.
“syukurlah, aku nggak kelanjur nerima dia.
Apa-apaan ngejer-ngejer aku, bilang suka nggak taunya jadian ama cewek lain,
emang aku cewek apaan.”
***
Dia asrama, saat Dani tengah sibuk dengan leptopnya,
tiba-tiba Awi menepuk pundaknya.
“Mantep loe Dan, kok bisa gitu jadian ama Rere.”
“Lah kok tau sih kak?” tanya Dani heran.
“Taulah, orang berita itu udah kesebar di sekolah.”
“Mampus gua.” Dani menepuk jidatnya.
“Lah, mampus kenapa?”
“Nggak, nggak kenapa-napa” Dani berlari keluar.
“Ih kenapa sih tuh anak..” Awi menggaruk-garuk
kepalanya heran.
“Kak, anak-anak mading masih di sekolah?” Tanya Dani
dari luar.
“Kayaknya sih Iya.”
Dani berlari menuju ruang mading. Dari luar, ruangan
tersebut terlihat kosong dan wajar saja, didalam sana hanya ada Luna dan Ratu.
“Lun, gimana kalo beritanya kita tarok di sini?” tanya
Ratu kepada Luna yang tengah sibuk membuat komik.
“Boleh-boleh, oh iya Rat, yang laen kemana?” tanya
Luna yang sadar bahwa teman-temannya belum juga kembali ke ruangan.
“Tadi aku dapet sms dari Ukhti, kata si Ukhti mereka
ke supermarket terdekat, soalnya kantin udah tutup.”
“oh.. gitu.”
“Yah, lemnya abis. Aku ambil di kelas dulu yah, kalo
gak salah lem yang kemaren kita pake buat nempel-nempelin kertas masih kan?”
“Masih deh, kayaknya.”
“Aku ke kelas dulu kalo gitu.” Ratu berjalan keluar
kelas. “Eh Dani, kenapa Dan?”
“Mau ambil sesuatu di dalem.”
“Lah, emang mau ambil apa?” tanya Ratu bingung.
“Tadi kak Awi minta ambilin bukunya yang ketinggalan.”
“Oh.. masuk aja. Ada Luna kok di dalem.”
“Iya mbak.”
Dani berjalan perlahan menghampiri Luna.
“Lah, kok cepet banget Rat.” Ratu mendongak dan
seketika terkejut melihat Dani yang ada di hadapannya bukan Ratu. “Kok kamu ada
di sini, mau ngapain?”
“Mau ngomong sama mbak.”
“Apa?”
“Soal aku sama Rere.”
“Oh... tapi kenapa ngomong sama aku, orang aku nggak
mau tau juga kok.”
“Mbak, itu nggak bener. Emang sih aku jadian ama mbak
Rere tapi itu mbak Rere yang minta, aku sebenernya nggak suka sama mbak Rere.
Aku sukanya sama mbak Luna.” “Aduh, ini anak tambeng banget
dibilangin, aku nggak suka sam kamu, aku nggak mau jadian sama kamu.”
“Mbak, ayolah... jujur aja, mbak sukakan sama aku. Aku
tau dari gerak-gerik mbak, cara mbak liat aku.”
“Itu dulu, dulu iya, sebelum aku tau kamu punya pacar
di SMA sebelah dan kamu jadian sama Rere.” Luna menghempaskan pensil yang ada
di tangannya dan berdiri. “kenapa? Kenapa diam, bingung? Kenapa aku sampe bisa
tau semuanya. Semula aku percaya aja waktu kamu bilang suka sama aku, dan yang
paling bodoh aku hampir bilang “iya aku mau jadi pacar kamu” waktu di toko
buku, untung aja mulut aku bisa ngerem dan aku masih mau mempertimbangkan, masa
ia aku cinta sama anak yang lebih muda dua tahun dari aku. Sekarang mau bilang
apa lagi.”
“Dari mana mbak tau kalo aku punya pacar di SMA
sebelah.”
“Kalo mau mainin orang liat-liat dulu. Pacar kamu itu
sepupu aku.” Dani sontak terkejut. “Dia juga kakak kelas kamu kan? Udahlah,
kamu nggak usah sok keren deh, emang kamu keren, kamu pinter, yah aku akuin,
tapi mending kamu berhenti deh mainin cewek-cewek, dan entah aku juga bingung
kenapa yang kamu jadiin pacar kamu rata-rata di atas kamu semua umurnya.”
“Mbak Lun, aku sukanya Cuma sama Mbak, kalo perlu aku
putusin Ayumi dan Rere biar aku bisa jadian sama mbak.”
“Oh, sorry boy, I don’t love you. Berhenti
mengucapkan janji-janji busuk mu itu. Keluar atau aku sebarin ke yang lain,
termasuk Rere.”
“Kamu itu beda sama yang lain, cewek-cewek pada
ngejer-ngejer aku, sementara kamu, kamu cewek yang langkah, Cuma kamu yang
cuek, jutek sama aku. Aku nggak akan ngelepasin kamu.”
"Terserah kamu. sekarang aku minta kamu
keluar.."
THE END